Analis: Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi Berpotensi Mengancam Demokrasi
Jakarta (BERITA HARIAN ONLINE) – Pakar hukum dan politik Pieter C Zulkifli berpandangan bahwa tuduhan mengenai ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo merupakan sebuah manuver politik yang terencana dan berpotensi merusak dasar demokrasi.
Dia menjelaskan bahwa tuduhan semacam ini telah berulang kali disangkal oleh lembaga resmi negara, namun narasi tersebut terus dihidupkan dan didorong oleh agenda politik yang lebih bersifat pribadi.
“Jika negara terus mengabaikan hal ini, maka kita sedang menyaksikan pembiaran terhadap degradasi hukum dan politik secara perlahan namun pasti,” ujar Pieter dalam pernyataannya di Jakarta, Senin.
Pieter menilai bahwa tuduhan mengenai ijazah palsu Jokowi bukan sekadar kehebohan biasa. Dia menyebut tindakan ini sebagai bentuk manipulasi demokrasi yang bertujuan melemahkan legitimasi institusi negara.
Dia menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dikorbankan demi ambisi para pemburu sensasi. Kegaduhan yang kembali diangkat oleh beberapa pihak terkait isu dugaan ijazah palsu Jokowi, menurutnya, tidak dapat lagi dianggap sebagai bagian dari kritik yang sehat.
Dia menilai isu tersebut adalah pola lama politik yang merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Pieter menduga bahwa motif utama penyebar isu ijazah palsu bukanlah kontrol sosial, melainkan komodifikasi isu untuk kepentingan politik pribadi.
“Kita diingatkan oleh Nelson Mandela, bahwa penjahat tidak pernah membangun negara. Mereka hanya memperkaya diri sendiri sambil merusak negara,” katanya.
Dia menekankan bahwa demokrasi tidak berarti kebebasan tanpa batas, karena setiap kebebasan mengandung tanggung jawab. Di sisi lain, negara memiliki mandat konstitusional untuk menjamin bahwa ruang publik tidak menjadi sarang informasi palsu.
“Jika tuduhan tak berdasar terus dipelihara, maka bukan hanya seorang Presiden yang diserang, tetapi keutuhan demokrasi itu sendiri yang terancam,” katanya.
Kepercayaan publik, menurut Pieter, adalah fondasi dalam sistem demokrasi. Tanpa kepercayaan, negara akan mengalami keretakan dalam jangka panjang yang disebabkan bukan oleh senjata, melainkan oleh narasi kebohongan yang dipelihara secara sistematis.
“Dan ketika kepercayaan itu runtuh, yang menyusul adalah instabilitas sosial dan politik yang jauh lebih sulit dipulihkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia berpendapat bahwa Presiden Prabowo Subianto seharusnya mengambil sikap terkait kasus tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Sebagai pemimpin masa depan, dia menilai Presiden Prabowo memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menjaga kewibawaan institusi negara, dan memastikan demokrasi tidak tercemar oleh permainan politik yang dangkal.
Di sisi lain, dia menilai aparat penegak hukum tidak boleh terombang-ambing oleh opini media sosial atau tekanan politik.
“Hukum harus ditegakkan secara adil dan konsisten,” tegasnya.









